Minggu, 20 Juni 2010

KU UNGKAP KATA SYAIR HATIKU

SATU KATA DUA KATA

SETIAP KATA KUTERJEMAHKAN,

AGAR MENJADI KATA YANG LEBIH BERMAKNA

BERIBU KATA KU-UKIR DALAM HATI,

MENUJUI JIWA PENA DIHATIPENA



By: neisya ilham

 Bdg, 20/06/2010

Rabu, 09 Juni 2010

"ILMU"

Ilmu yang dianugerahkan Allah kepada hamba-Nya ada yang memberikan manfaat ada pula yang tidak. Di sisi lain, ada pula ilmu yang pada asalnya sama sekali tidak memberikan manfaat, sehingga manusia harus menjauhinya.
Allah telah menyebut ilmu dalam kitab-Nya Al Qur’an terkadang dengan memujinya seperti dalam surat Az Zumar ayat 9:
“Katakanlah, adakah sama antara orang-orang yang mengetehui dengan orang-orang yang tidak mengetehui? Sesungguhnya orang-orang berakallah yang dapat menerima pelajaran”.
“Sesungguhnya telah ada tanda bagi kamu pada dua golongan yang telah bertemu. Segolongan berperang di jalan Allah dan yang lain kafir yang dengan mata kepala melihat (seakan-akan) orang muslim dua kali jumlah mereka. Allah menguatkan dengan bantuan-Nya siapa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai mata hati”. (QS.Ali Imran:13)
Terkadang Allah menyebutnya dengan celaan. Ilmu yang Allah puji itu adalah ilmu yang bermanfaat dan yang Allah cela adalah ilmu yang asalnya tidak bermanfaat, atau bisa jadi pada asalnya bermanfaat, tapi orang yang dikaruniainya tidak bisa mengambil manfaat darinya. Sebagaimana Allah beritakan tentang sebuah kaum yang Allah beri ilmu namun ilmu itu tidak memberi mereka manfaat.
Allah berfirman:
“Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat kemudian mereka tidak memikulnya adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Amat buruklah kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang dzalim”. (QS. Al Jumuah: 5)
”Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami. Kemudian dia melepaskan diri dari ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh setan (hingga dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat”. (QS. Al A’raf: 175)
Dalam ayat ini maksudnya ilmu itu sesungguhnya bermanfaat akan tetapi orang yang dikaruniai tidak bisa memanfaatkannya. Adapun ilmu yang pada dasarnya dicela oleh Allah adalah seperti tercantum dalam surat Al Baqarah ayat 102 dan surat Ar Rum ayat 7.
“Dan mereka mengikuti apa yang dibaca setan-setan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), hanya setan-setan itulah yang kafir (karena mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan pada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut. Sedang keduanya tidak mengajarkan sesuatu kepada seorangpun sebelum mengatakan: Sesungguhnya kami hanya cobaan bagimu, karena itu janganlah kafir.kamu

Senin, 07 Juni 2010

ANALISIS KONSEP NEGARA ISLAM

A. Islam Dan Negara
Memasuki abad 20 perkembangan ke arah terbentuknya negara Indonesia menemukan fase Baru. Fase ini ditandai oleh munculnya kesadaran kebangsaan di kalangan elit masyarakat pribumi yang pelan tapi pasti mempengaruhi massa melalui jalur organisasi modern.
Dalam dasawarsa kedua abad ini beberapa organisasi modern telah lahir dengan latar belakang dan tujuan yang berbeda-beda, tetapi arahnya semakin jelas yakni perlunya bangsa ini melakukan emansipasi perlawanan terhadap kolonialisme. Ada fenomena penting dalam periode ini, yakni pencarian ideologi yang dapat memper-satukan semua unsur rakyat pribumi dalam satu wadah persatuan. Pencarian ini diwarnai dengan munculnya perdebatan di antara komponen bangsa. Komponen bangsa yang dimaksud adalah golongan nasionalis Islam di satu pihak dengan nasionalis yang netral agama di lain pihak.
Tidaklah mengherankan bila golongan yang pertama melontarkan ide-ide yang bersumber pada Islam ketika Indonesia sedang mencari bentuk ideal ideologi persatuan. Pada awalnya gagasan-gagasan itu muncul sebagai reaksi dan perlawanan terhadap penjajahan orang kafir atas orang Islam. Reaksi dan perlawanan yang dilandasi oleh keimanan ini berkembang menjadi cikal bakal pembentukan nasionalisme. Deliar Noer dalam studinya menyimpulkan bahwa nasionalisme Indonesia sebenarnya dimulai dengan nasionalisme Islam (Deliar Noer, 1982:8).
Persamaan agama agaknya telah menjembatani hubungan antar etnis dan meliputi berbagai suku bangsa yang mendiami kepulauan Nusantara. Kesamaan yang telah ada dipakai untuk memperkokoh "persatuan" dan membangkitkan kesadaran kebangsaan. Memang ada organisasi-organisasi yang lahir atas dasar kebangsaan seperti Budi Utomo, Pasundan, Jong Sumatera Bond dan sebagainya, tetapi kebangsaan dalam pengertian mereka masih terpusat pada suku bangsa atau bersifat ethnocentis. Sedangkan Sarekat Islam dan Muhammadiyah telah menggunakan "konsep bangsa" dalam pengertian antar etnis dan bebas dari rasa kedaerahan. Kedua organisasi Islam ini telah tersebar ke berbegai wilayah kepulauan Nusantara pada dekade kedua abad 20. Hal ini telah membuka jalan ke arah pembentukan nasionalisme dan merupakan bibit persatuan Indonesia. Di dalam dua organisasi itu orang merasa berada dan menemukan wadah persaudaraan antar kaum senasib di tanah air yang dapat dipersatukan. Atas dasar kenyataan ini kalangan Islam merasa tidak melihat alasan yang kuat jika cinta tanah air saja menjadi landasan persatuan tanpa melandaskan diri pada agama. Mereka beranggapan bahwa Islam sesungguhnya lebih sesuai untuk dijadikan dasar dan landasan persatuan untuk membangun bangsa (Taufik Abdullah (ed.), 1991:241).
Tetapi pandangan kalangan Islam ini dinilai oleh kalangan nasionalis netral agama sangat dipengaruhi oleh gerakan Pan Islam yang tidak Baja akan mempelemah, bahkan membahayakan persatuan nasional. (Taufik Abdullah (ed.), 1991:238). Sebabnya, karena Pan Islam merupakan gerakan yang berorientasi kepada dunia Islam internasional.
Uraian singkat di atas memberi gambaran bahwa dalam periode ini telah lahir pikiran, gagasan dan penafsiran dari kalangan pemimpin Islam Indonesia yang mempunyai makna sangat penting tidak saja dalam perkembangan perjuangan ke arah terbentuknya negara/bangsa, melainkan juga sumbangan intelektual Indonesia yang bernilai tinggi.
Khazanah intelektual tersebut merupakan rintisan awal pemikiran elite Islam Indonesia, tetapi mempunyai pengaruh yang dalam terhadap warna pemikiran yang lahir sesudah zaman ini. Ini merupakan indikator bahwa pemikiran Islam masa pergerakan nasional mempunyĆ i bobot yang tinggi. Percikan pemikiran itu tersebar di berbegai media, koran, majalah, brosur, manuskrip, dan buku. Jika dikumpulkan dan disusun kembali akan merupakan sebuah keutuhan yang dapat dipelajari dan ditafsir menurut teori ilmu pengetahuan yang selalu berkembang. Atas dasar pemikiran ini, sebuah penelitian perlu dilakukan. Pemikiran intelektual Islam yang berkembang dalam hubungannya dengan pencarian ideologi bangsa dan nasionalisme ini dikonsepsikan sebagai pemikiran tentang "hubungan antara agama dan negara".
Konsepsi hubungan agama dan negara memang sangat luas. Konsep ini dapat diartikan sebagai pendapat, aspirasi dan harapan bagaimana semestinya agama berfungsi sebagai pengatur negara. Dengan pengertian ini, pandangan tentang hubungan agama dan negara secara teori dapat digolongkan menjadi dua tipe utama, yakni agama berada di luar institusi negara dan agama menjelma dalam institusi negara (Muhammad al Bahiy, 1986)

B. Kemajuan Bangsa Dan Nasionalisme
Bersamaan dengan peralihan abad 19 ke abad 20, sejarah Indonesia memasuki babak baru. Babak ini ditandai oleh kecenderungan baru dalam melakukan perlawanan terhadap kolonialisme, yaitu bangkitnya nasionalisme. Dalam fase ini, Islam yang telah menjadi simbol perlawanan sejak kehadiran kolonialisme di Nusantara menampilkan diri sebagai katalisator persatuan nasional sekaligus membangun identitas ke-Indonesia-an, satu identitas untuk menegaskan perbedaan diri dari masyarakat penjajah Belanda yang menindas pribumi. Islam menjadi satu-satunya benang merah pemersatu wilayah Hindia Belanda, di luar kekuasaan kolonial. Sebab secara kultur, tradisi maupun bahasa, wilayah ini terpecah-pecah oleh keanekaragaman yang tinggi.
Di awal zaman yang oleh Shiraisi (1990) disebut sebagai An age in motion, atau zaman bergerak ini, tidak mengherankan jika Islam tampil sebagai pioneer, karena agama inilah yang telah mengantongi modal sebagai agama universal yang dianut oleh sebagian besar penduduk yang mendiami kepulauan Nusantara ini. Adalah gerakan rakyat Sarekat Islam (SI) yang mulai dengan nama Sarekat Dagang Islam (SDI) merupakan satu-satunya wadah politik kaum pribumi yang mencita-citakan dan menuntut pemerintahan sendiri dan kemerdekaan penuh.
Tetapi SI bukanlah satu-satunya wadah pergerakan Islam zaman itu. Selain SI yang bergerak di arena politik, ada pula Muhammadiyah, Perserikatan Umat Islam, Persatuan Islam dan kelak Nandlatul Utama yang bergerak di lapangan kultural. Zaman bergerak ini telah mewariskan sejumlah nama pemimpin Islam (dan pemimpin lainnya) yang dalam sejarah Indonesia ditulis dengan "tinta emas", bukan saja karena perjuangannya tetapi juga pikiran-pikirannya yang cemerlang dan mendobrak kebekuan zaman.

C. Negara Diperlukan Guna Menegakkan Ketertiban Agama
Masa hidup KH. Hasyim Asy'ari yang terbentang antara tahun 1871 sampai dengan 1947 diwarnai dengan sejarah kehidupan bangsa Indonesia yang mengalami beberapa fase perubahan sosial, politik, ekonomi dan budaya yang cukup mendasar. Fase pertama adalah masa akhir abad ke-19 yang dinamakan fase bangkitnya kembali dunia Islam setelah beberapa tahun lamanya terpuruk oleh dominasi kolonialisme Barat. Fase kedua yaitu masa awal tumbuhnya organisasi-organisasi nasinalisme modern yang ditandai antara lain dengan berdirinya Boedi Oetomo pada tahun 1908. Fase ketiga adalah masa dimana telah tercapai konsensus nasional untuk mewujudkan Indonesia merdeka. Fase keempat adalah masa perang kemerdekaan.
Apa yang menjadi keinginan sebagaian besar masyarakat bangsa Indonesia sebenarnya secara mendasar telah dirumuskan oleh para pendahulu kita tersebut. Mereka telah merumuskan sebuah masyarakat Indonesia yang terintegrasi sehingga dengan demikian dapat diatur dan ditata secara baik.
Karena Islam penduduk terbesar yang sekaligus pemilik syah negeri ini, dan juga berdasarkan pertimbangan bahwa daerah Nusantara ini adalah dulu dibawah kekuasaan Kerajaan Islam, maka para pejuang pendahulu kita telah menetapkan dasar-dasar yang mengatur perikatan hidup kaum Muslimin. Ini terjadi jauh hari sebelum bangsa Indonesia memperoleh kemerdekaan. Anjuran mengenai perlunya persatuan senantiasa didengungkan oleh para tokoh Islam diantaranya KH. Hasyim Asy'ari.
Memang pada tataran elit politik waktu itu ada pertenta lgan yang sangat tajam terutama antara Islam di satu sisi dan nasionalis (sekuler) di sisi yang lain. Ditambah lagi dengan adanya perseteru-an sengit antara kelompok Islam dan golongan sosialis bergaris keras, yang pada akhirnya melahirkan faham komunisme.
Hal ini pula yang akhirnya menimbulkan perpecahan dalam tubuh Sai ekat Islam. Disamping itu terjadi pula perselisihan yang tidak alah serunya antara golongan Islam tradisionalis dan golongan Islam modernis.

D. Islam, Nasionalisme Dan Negara
KH. Hasyim Asya'ari memandang bahwa hubungan antara agama dan negara tidak dapat dipisahkan. Sebab Islam bukan saja berusaha membebaskan manusia dari menyembah selain Allah SWT dan membimbingnya ke arah menyembah satu Tuhan (Tauhid) akan tetapi juga memajukan aspek-aspek sosial, politik, ekonomi dan budaya. Sedangkan untuk memajukan aspek-aspek tersebut sangat diperlukan adanya suatu institusi yang mengatur jalannya proses tersebut yang dinamai negara. Sebab ketertiban agama berupa ibadah dan ma'rifah tidak mungkin bisa dilakukan dengan baik tanpa badan yang sehat, adanya kehidupan yang teratur, terpenuhinya kebutuhan hidup seperti sandang, pangan, papan, dan lain-lain. Ketertiban agama tergantung pada semua ini. Dengan kata lain ketertiban agama tidak mungkin dapat dilaksana-kan tanpa ketertiban dunia. Dan mengenai ketertiban dunia ini mustahil bisa terwujud tanpa kekuasaan politik yang ditaati semua pihak.
Tak dapat disangkal, munculnya komunisme memberikan warna ideologi tersendiri dalam sejarah perjalanan Permikiran Natsir dalam berbagai bidang kajian dapat ditelusuri melalui buku, artikel di surat kabar, majalah dan sebagainya. Periode pergerakan nasional merupakan masa akhir kekuasaan penjajah Belanda ditandai dengan pertumbuhan cepat bidang politik hasil perubahan sosial dan ekonomi dan dampak pendidikan modern Barat serta gagasan pembaruan Islam yang berkembang dalanl masyarakat. Zaman ini juga ditandai dengan munculnya pemikir• pemikir dan pemimpin organisasi Islam, seperti H. Agus Soekarno, Natsir dan lain-lain.
Untuk memahami perkembangan masyarakat pada periode tersebut perlu juga mengetahui pemikiran yang dihasilkan oleh golongan pemikir-biasanya berasal dari kalangan elit dan tokoh Teori SP. Varma menyatakan bahwa peranan golongan pemikir, sangat besar pengaruhnya dalam proses perkembangan masyaiakearital Natsir merupakan bagian dari tokoh/pemikir/elit Islam Indonesia
Yang menjadi pertanyaan adalah apa konsep Natsir meilg. hubungan agama dan negara ketika Indonesia-mayoritas muslim dijajah kolonial (pemerintah "kafir").
Konsepsi Islam mengenai masalah negara muncul ketika terjadi rasa ketertindasan di bidang sosial, ekonomi, dan politik. Sejarah membuktikan bahwa para pemikir dan aktivis akan kembali ke corak Islam yang holistik dan totalistik untuk me-nentang negara yang Makin pongah.
Ketertindasan tersebut tampak pada periode pergerakan nasional, kekuasaan asing melakukan penetrasi terhadap negara-negara yang mayoritas berpenduduk muslim terutama kepulauan Nusantara. Tidaklah mengherankan bila agama (Islam) dijadikan inspirasi untuk mengilhami gerakan-gerakan nasionalis anti kolonial dalam merebut kembali kemerdekaan yang pernah lepas.
Dengan kata lain, penindasan dan penjajahan yang dialami masyarakat Islam Nusantara, menuntut jawaban atas pertanyaan: Mengapa umat yang dekat dengan Tuhan harus berlutut pada kekuasaan asing dan kafir?
Kondisi ini mempengaruhi tokoh/pemikir gerakan Islam merumuskan strategi untuk membangun wacana "bernegara yang ideal". Jadi zeitgeist merupakan faktor determinan ketika seorang tokoh merumuskan pemikirannya.
Demikian juga dengan proses sosialisasi9 individu tokoh terutama yang bersifat "intern". Proses ini dapat membentuk sikap dan prilaku terutama dalam pemikiran.

E. Tidak ada Negara Islam
Menurut Amien Rais bahwa kata imamah tidak terdapat secara tertulis dalam Al-Qur'an. Tetapi kalau kata imamah dimaksudkan sebagai kepemimpinan yang harus diikuti oleh umat Islam, hal itu jelas ada dalam Al-Qur'an. Artinya, Al-Qur'an menyuruh kaum muslimin untuk mengikuti pemimpin yang benar, yang terdiri dari manusia-manusia atau pemimpin yang menggunakan Islam sebagai patokan kepemimpinannya, bukannya kepemimpinan orang-orang yang munafik dan kafir.
Sedangkan khilafah, menurut beliau adalah suatu missi kaum muslimin yang harus ditegakkan di muka bumi ini untuk memakmurkan sesuai dengan petunjuk dan peraturan Allah swt, maupun Rasul-Nya. Adapun cara pelaksanaannya Al-Qur'an tidak menunjukkan secara terperinci, tetapi dalam bentuk global saja. "Islamic State" atau negara Islam tidak ada dalam Al-Qur'an, maupun dalam Al-Sunnah. Oleh karena itu, tidak ada perintah dalam Islam untuk menegakkan negara Islam. Yang lebih penting adalah selama suatu negara menjalankan etos Islam, kemudian menegakkan keadilan `sosial dan menciptakan suatu masyarakat yang egalitarian, yang jauh daripada eksploitasi manusia atas manusia maupun eksploitasi golongan atas golongan lain, berarti menurut Islam sudah dipandang negara yang baik. Apalah artinya suatu negara menggunakan Islam sebagai dasar negara, kalau ternyata hanya formalitas kosong? Beberapa negara di Timur Tengah memang berdasarkan negara Islam, tetapi benarkah sesungguhnya mereka menjalankan syariah Islam sebagai-mana mestinya? Saudi Arabia, misalnya, tidak punya konsti-tusi, suatu negara yang aneh dalam zaman moderen ini, dan para pemimpinnya menyatakan tidak perlu konstitusi karena mereka sudah mempunyai sandaran syariah Islam. Ya, mereka boleh saja berkata begitu.
Tetapi aplikasi syariah Islam di sana begitu sempit dan sangat jauh dari idealisme Islam itu sendiri. Seperti prinsip-prinsip monarki Saudi Arabia itu sendiri sudah bertabrakan dengan prinsip-prinsip ajaran Islam di bidang kemasyarakatan dan politik. Karena kalau kita lihat sejak khalifah-khalifah yang menggantikan Nabi Muhammad saw., sistemnya bukan monarki yang absolut, melainkan monarki yang menggunakan sistem pemilihan. Adapun dinasti Umayyah dan Abassiyah yang menegakkan kesultanan itu, sesungguhnya mereka sudah lari dari dasar-dasar ajaran-ajaran Islam. Bagaimana halnya Indonesia?
Selama tidak bertentangan dengan ajaran Islam dan semua sila itu telah dipraktikkan, itu sudah bagus sekali. Tetapi kalau Pancasila juga merupakan formalitas kosong, sebagaimana Islam sebagai formalitas kosong juga, tentu keadaan demikian harus kita perbaiki bersama. Islam amat menekankan konsistensi antara apa yang diucapkan dengan apa yang dikerjakan.
Bagi muslimin Indonesia, akan sudah berbahagia kalau Pancasila yang indah itu benar-benar dipraktikkan secara konsisten. Dengan demikian sudah berarti sebagian ajaran Islam dijalankan.

Kesimpulan :
Penerapan Negara Islam ditengah-tengah rakyat yang hamper 90% masih buta huruf dianggap tidak realistis. Lebih baik membangun fondasi yang kokoh terlebih dahulu sebelum membangun sebuah Negara Islam yang Modern.

DAFTAR PUSTAKA
Dwi Purwoko. 2001. Negara Islam. Depok: PT. Permata Kreasi

Prof. Dr. Ahmad Syafii Maarif. 1997. Tidak Ada Negara Islam. Jakarta: PT Djambatan.

ANALISIS KONSEP NEGARA ISLAM

Minggu, 06 Juni 2010

"CAHAYA ILHAM"

"Aku tahu rizkiku tak mungkin diambil orang, karena hatiku tenang.
Aku tahu amal-amalku tak mungkin dilakukan orang lain, maka aku sibukkan diriku dengan bekerja dan beramal.
Aku tahu Allah selalu melihatku, karenanya aku malu bila Allah mendapatiku melakukan maksiat.
Aku tahu, kematian menantiku, maka kusiapkan bekal untuk berjumpa dengan Robbku"



"HASAN AL-BASHRI"

"CAHAYA ILHAM"

"Teguhkan tahajjud, karena kemuliaan mewujud dari jiwa yang sujud.
Tartilkan Al-Qur'an, karena kearifan mengalir dari lisan yang selalu berdzikir.
Tanamlah taubat,karena syafaat menetes pada mereka yang tulus dalam munajat"

"INGKAR JANJI"

"Tanda orang munafik ada tiga: jika dia berbicara dia dusta, jika berjanji dia ingkar, dan jika dipercaya (diberi amanat) dia berkhianat." (HR Bukhari-Muslim)


oleh karena itu, barangsiapa mengingkari perjanjian terhadap sesama muslim, berarti dia telah termasuk dalam salah satu cabang kemunafikan.

Rabu, 02 Juni 2010

"CURHATKU PADAMU"

Ya Allah, jangan
Engkau tinggalkan aku walau sedetikpun
Aku yang selalu menharap,
memohon apa yang aku pinta,
tiada yang dapat memberikan s'mua kecuali Engkau...

Robb...
disaat ujian dari-MU datang menerpa'ku,

hanya Engkaulah yang aku yakinkan dalam hatiku
Bisik hatiku berkata...
ini s'mua tanda kasih-sayang-MU untukku

Ujian yang Engkau berikan membuatku semakin rindu berharap hanya kepada-MU
Ya Robb...

ini curhatku pada-MU
Begitu berat ujian dari-MU
Kupasahkan s'mua pada-MU
Walaupun tak dapat ku tatap wajah-MU...

tapi rasaku s'lalu ada,
dan ingin s'lalu dengan-MU
Dalam sujud-sujudku aku mencurahkan s'mua perasaanku pada-MU


Bandung. 19 Sya'ban 1430 H
Buah Pena: neisya ilham